Trending

Perempuan Muda Harus Pimpin Demokrasi dan Perlawanan

 

PEREMPUAN - Perempuan Mahardhika Banjarmasin merespon politik Mei yang menyimpan banyak peristiwa

BANUATODAY.COM, BANJARMASIN - Perempuan Mahardhika Banjarmasin mengundang jaringan organisasi dalam “Mimbar Perempuan Muda Banjarmasin” untuk merespon politik Mei yang menyimpan berbagai peristiwa kelam kekerasan terhadap perempuan seperti pembunuhan Marsinah 30 tahun
silam pada 8 Mei 1993, Tragedi Perkosaan Mei 1998 di tengah peristiwa 25 tahun reformasi 1998.


Segala pelanggaran tersebut seperti hutang yang tak dibayar lunas. Pemerintah seakan menutup mata
terkait penyelesaiannya. Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan sebuah masa dimana rezim otoriter Soeharto/Orde Baru yang menggunakan kekerasan, secara spesifik kekerasan terhadap perempuan, serta pembungkaman terhadap kebebasan berpikir dan berorganisasi yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan yang otoriter dan merampas kesejahteraan rakyat.

Hari ini, berbagai perjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat seperti perjuangan upah layak, pendidikan layak, jaminan kesehatan, jaminan untuk bebas dari kekerasan & diskriminasi dan sebagainya masih harus menghadapi resiko kriminalisasi dan ancaman pidana. Demokrasi yang telah diperjuangkan oleh generasi sebelum kita juga kembali mendapatkan ancaman.

Ditandai dengan adanya ancaman pidana bagi orang yang dinilai menghina kekuasaan umum dan lembaga Negara, pidana bagi perempuan yang dianggap melanggar norma-norma kesusilaan, kriminalisasi hubungan
konsesual dan ancaman pidana bagi seseorang yang mengedukasi kesehatan seksual dan reproduksi,
intimidasi dan PHK sepihak bagi aktivis buruh yang aktif memperjuangkan hak buruh, ancaman pada jurnalis yang memberitakan isu-isu korupsi, dan berbagai ancaman lainnya yang tidak akan habis jika dituliskan.

Situasinya tidak semakin baik pasca reformasi. Jaminan kebebasan berserikat / berorganisasi yang
seharusnya menjadi hak rakyat untuk memperjuangkan kesejahteraannya justru semakin diberangus. Pemerintah Indonesia hanya melihat makna demokrasi yang sempit, yaitu menganggap bahwa esensi
dari demokrasi hanya sebatas banyaknya masyarakat yang mengikuti pemilihan umum baik nasional
maupun daerah.

Oleh karenanya untuk bergerak dan terus berjuang mempertahankan ruang demokrasi serta sebagai
upaya perjuangan menolak lupa, merawat ingatan dan menuntut keadilan terhadap berbagai peristiwa
pembungkaman terhadap situasi kekerasan terhadap perempuan yang masih sering dilihat sebagai
bentuk kekerasan yang tidak politis atau tidak berhubungan dengan persoalan struktural,

maka kami menyatakan tuntutan:
1. Akui Perkosaan Mei 98 sebagai kejahatan kemanusiaan, wujudkan pengadilan HAM AdHoc untuk
keadilan bagi korban. 2. Usut tuntas kasus Marsinah, Keadilan untuk Marsinah adalah Keadilan untuk Semua PerempuanPembela Hak Asasi Manusia!
3. Pertahankan ruang demokrasi, Jamin kebebasan berserikat, lawan kriminalisasi terhadap aktivis
pembela HAM.(Naz/fsl)

Lebih baru Lebih lama