BANUATODAY.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan penguatan peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk melakukan resolusi terhadap perusahaan asuransi yang bermasalah (insolvent) dalam revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin menyoroti perlunya pengaturan terhadap penanganan asuransi bermasalah.
“Sampai saat ini, regulasi atas resolusi perusahaan asuransi masih belum menyeluruh dan belum terintegrasi. Padahal, kita kerap dihadapkan dengan persoalan asuransi yang bermasalah. Sementara, industri asuransi sekarang memiliki keterhubungan dengan industri lain yang cukup signifikan dalam konglomerasi keuangan,” ujar Puteri dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria di Jakarta, Sabtu (27/9/2025).
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan, UU PPSK saat ini hanya mengatur terkait likuidasi perusahaan asuransi, sehingga dibutuhkan pengaturan untuk dilakukan resolusi.
“Kita mengusulkan program penjaminan polis itu bukan hanya likuidasi. UU PPSK sekarang itu hanya likuidasi. Jadi, ditambah resolusi, artinya kalau perusahaan asuransi yang bermasalah itu ada kemungkinan untuk diselamatkan. Kalau sekarang kan tidak ada, cabut izin usahanya, ya sudah likuidasi,” urai Ogi.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menyarankan supaya perusahaan reasuransi dalam program penjaminan polis dan resolusi.
“Bila dimungkinkan, perusahaan reasuransi termasuk di dalam program ini, karena ini sangat penting. Kita mengetahui ada beberapa perusahaan BUMN yang sedang bermasalah, sistemik kepada industri asuransi umum sangat-sangat besar. Ini yang menjadi perhatian kami,” terang Budi. (rls/ewa)