![]() |
ILUSTRASI |
BANUATODAY.COM, JAKARTA - Otorita Jasa Keuangan (OJK) diminhta untuk memperketat pengawasan terhadap Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Hal ini mengemuka dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Ketua Dewan Komisioner OJK serta Anggota Dewan Komisioner (ADK) OJK bidang pengawasan perbankan.
DPR menyoroti persoalan krusial di sektor perbankan, terutama terkait likuiditas bank dan optimalisasi penyaluran kredit.
Anggota Komisi XI DPR RI, Habib Idrus Salim Aljufri, menegaskan bahwa pengawasan terhadap bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) harus lebih diperketat.
Menurutnya, masih terdapat potensi dana pemerintah yang ditempatkan di bank justru tidak tersalurkan secara produktif kepada masyarakat dan dunia usaha.
“Jangan sampai nanti over liquid kemudian menjadikan kredit kita tidak baik, malah justru semakin memburuk. Harus ada tools yang jelas untuk mengukur sejauh mana dana pemerintah yang disalurkan ke bank benar-benar digunakan untuk kredit produktif, bukan kembali ke pemerintah dalam bentuk SBN,” ujar Idrus dalam rapat kerja tersebut, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Idrus menegaskan bahwa dana yang ditempatkan pemerintah di bank merupakan uang rakyat yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.
OJK, kata dia, memiliki peran strategis untuk memastikan bank-bank Himbara tidak hanya menjaga likuiditas, tetapi juga menjalankan fungsi intermediasi perbankan secara sehat dan berkeadilan.
Dia juga menyoroti masih tingginya gaji direksi bank BUMN yang dikhawatirkan menimbulkan moral hazard apabila tidak diimbangi dengan kinerja dan pengawasan yang ketat.
OJK diminta lebih selektif dalam melakukan fit and proper test terhadap calon direksi dan komisaris bank agar jabatan strategis tidak hanya diisi berdasarkan faktor politis atau kedekatan, melainkan benar-benar berdasarkan kompetensi dan rekam jejak yang kredibel.
“Kalau gaji tinggi tidak masalah, asal kinerjanya terukur dan berdampak langsung bagi masyarakat. Tapi kalau hanya menguntungkan segelintir pihak, ini tidak bisa dibiarkan. OJK harus hadir lebih tegas,” tegas Politisi Fraksi PKS ini.
Lebih jauh, Idrus juga mengangkat isu penting lainnya, yaitu melambatnya penyaluran kredit kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Padahal, sektor UMKM merupakan tulang punggung ekonomi rakyat yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Idrus mendesak agar OJK bersama Himbara menyusun strategi yang lebih progresif dan adaptif dalam mendukung pembiayaan UMKM.
Hal ini mencakup penyederhanaan prosedur, penurunan bunga pinjaman, serta inovasi produk pembiayaan berbasis digital yang lebih ramah bagi usaha kecil.
Menurutnya, jika akses kredit UMKM bisa dipermudah dan disalurkan secara tepat sasaran, maka sektor ini akan mampu menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Bahkan, ia menilai kontribusi UMKM dapat membantu Indonesia mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen pada 2026.
“Kalau kredit disalurkan tepat sasaran, UMKM bisa berkembang lebih cepat, membuka lapangan kerja baru, dan memperkuat daya saing nasional. Ini akan jauh lebih produktif dibandingkan jika dana hanya tersimpan tanpa nilai tambah di sistem perbankan,” pungkasnya. (par/ewa)