BANUATODAY.COM, JAKARTA - Buntut dugaan kriminalisasi terhadap pengurus Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah Kota Banjarbaru, 19 April 2025 lalu, Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru resmi melaporkan Bawaslu Banjarbaru ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Laporan disampaikan Senin, 5 Mei 2025 pukul 16.30 WIB itu telah teregistrasi dengan nomor aduan 148/02-5/SET-02/V/2025.
Tim Hukum Hanyar menilai Bawaslu Banjarbaru telah menyimpang dari prinsip integritas, kemandirian, kepastian hukum, keadilan, profesionalisme, serta kepentingan umum — prinsip yang seharusnya dijunjung tinggi oleh penyelenggara pemilu.
Dalam aduannya, Tim Hukum Hanyar melalui pers rilis yang disampaikan kepada sejumlah media, mengajukan tiga poin utama terhadap Ketua dan Anggota Bawaslu Banjarbaru:
1. Dugaan Kriminalisasi Pengurus LPRI
Kasus bermula dari surat panggilan yang dilayangkan Bawaslu Banjarbaru kepada Syarifah Hayana, pengurus LPRI, terkait Laporan Nomor 002/Reg/LP/PW/Kota/22.02/IV/2025. Anehnya, surat panggilan tersebut tidak mencantumkan substansi maupun gambaran laporan, sehingga Syarifah tidak memahami keterangan apa yang harus diberikan.
Lebih jauh, dalam proses klarifikasi, Syarifah mengaku merasa tertekan lantaran hadirnya aparat kepolisian seperti personel Polda Kalsel, Polres Banjarbaru, serta pihak Bawaslu Kalsel yang dinilai tidak memiliki kewenangan dalam sesi tersebut.
2. Dugaan Ketidaknetralan Bawaslu Banjarbaru Membela Said Subari
Menurut Tim Hukum Hanyar, Bawaslu Banjarbaru tidak bersikap netral karena terlihat mendampingi Said Subari — Ketua Partai Demokrat Banjarbaru yang mengusung Pasangan Calon Nomor Urut 01, Hj. Erna Lisa Halaby–Wartono — saat menyerahkan berkas laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Banjarbaru.
Tim Hukum Hanyar menyebutkan bahwa pemberitaan mengenai hal ini telah tersebar di berbagai media dan disertakan sebagai bukti ke DKPP.
3. Dugaan Upaya Pencekalan Sengketa Hasil PSU LPRI di Mahkamah Konstitusi
Tim Hukum Hanyar menduga kuat bahwa seluruh rangkaian tindakan Bawaslu Banjarbaru bermuara pada upaya mencekal LPRI agar tak bisa membawa sengketa hasil PSU Pemilukada ke Mahkamah Konstitusi.
Selain melimpahkan laporan dugaan pelanggaran pidana ke Polres Banjarbaru, Bawaslu Banjarbaru juga menyerahkan laporan yang sama kepada KPU Kalsel sebagai dugaan pelanggaran administrasi.
Hal ini berpotensi berujung pada pencabutan akreditasi pemantau yang dimiliki LPRI. Bila akreditasi itu benar-benar dicabut, LPRI akan kehilangan legal standing di Mahkamah Konstitusi.
Dalam laporannya, Tim Hukum Hanyar meminta Majelis DKPP untuk tidak hanya menilai persoalan ini dari sudut pandang hukum formal semata, tetapi juga mempertimbangkan prinsip penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber dan Jurdil). (rls/ewa)