![]() |
ILUSTRASI |
BANUATODAY.COM, JAKATYA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai salah satu kebijakan unggulan pemerintah kini menghadapi sorotan tajam.
Sejumlah kasus keracunan massal yang menimpa para siswa penerima program dalam beberapa pekan terakhir menimbulkan pertanyaan serius tentang tata kelola dan standar keamanan pangan yang diterapkan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari menegaskan bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) tidak bisa menutup mata terhadap situasi ini. Menurutnya, kejadian keracunan adalah bukti nyata bahwa pelaksanaan program di lapangan masih jauh dari standar yang seharusnya.
"Manfaat besar dari program ini harus tetap terjaga dan tidak tergerus oleh buruknya tata kelola di lapangan," kata Putih dalam keterangan melalui Parlementaria, Sabtu (27/9/2025).
Ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh dari hulu ke hilir, mulai dari sumber bahan baku, penyimpanan, proses memasak, kontrol kualitas, pengemasan, hingga distribusi makanan ke sekolah-sekolah.
"Perlu ada perhatian khusus bagi standar food safety dan pencegahan kontaminasi di setiap prosesnya," ungkapnya.
Kasus keracunan, kata dia, tidak boleh dipandang sekadar angka dalam laporan. Keselamatan anak-anak sebagai penerima manfaat harus ditempatkan sebagai prioritas utama.
Baca juga Wali Kota HM Yamin Harapkan Lomba LKPBB Jadi Wahana Pembinaan Karakter Siswa
Putih bahkan mengingatkan agar standar pelaksanaan program MBG harus mengarah pada konsep zero accident.
Dikatakan dia, program ini sejatinya hadir untuk memastikan anak-anak mendapatkan asupan yang aman sekaligus bergizi seimbang.
"Oleh karena itu, kualitas gizi dalam setiap porsi yang disajikan tidak boleh dikompromikan hanya karena alasan teknis atau efisiensi biaya," tandasnya.
DPR, ujar Putih, akan mendorong BGN untuk berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) guna merumuskan standardisasi keamanan pangan khusus bagi program MBG.
Menurutnya, MBG bukan sekadar proyek jangka pendek, melainkan investasi besar bagi masa depan bangsa.
Program ini, katanya, dinilai dapat memperbaiki kualitas sumber daya manusia sejak usia dini melalui pemenuhan gizi yang memadai, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dengan menyerap produk pertanian, perikanan, dan tenaga kerja lokal.
“Program ini sudah dirasakan manfaatnya dan mendapat sambutan baik dari masyarakat. Bukan hanya oleh jutaan penerima manfaat, tapi juga oleh para pekerja, petani, nelayan, maupun pelaku usaha," tuturnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa penghentian program bukanlah solusi. Sebaliknya, yang diperlukan adalah pembenahan menyeluruh dalam tata kelola agar visi Presiden Prabowo Subianto, yakni mencetak generasi unggul yang berdaya saing tinggi sekaligus menggerakkan perekonomian lokal, benar-benar dapat terwujud. (dwn/ewa)