![]() |
TIPIKOR- Sidang kasus suap Dinas PUPR Kalsel di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu 25 Juni 2025.(Istimewa) |
BANUATODAY.COM, BANJARMASIN - Sidang kasus suap-gratifikasi yang bermula dari OTT KPK di Dinas PUPR Kalsel, telah sampai pada tahap pembelaan (pledooi) para terdakwa.
Sidang menghadirkan empat terdakwa yang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu (26/6/2025).
Dalam nota pembelaannya, dua terdakwa yakni H Akhmad dan Agustya Febri meminta majelis hakim membebaskan dari segala dakwaan.
Mereka beralasan tidak memiliki hubungan dengan suap atau gratifikasi, sebagaimana dalam dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kedua terdakwa juga tidak memiliki jabatan yang berhubungan dengan proyek atau pekerjaan, dan mereka cuma sebagai penerima titipan.
Dr HM Sabri Noor Herman SH MH penasihat hukum terdakwa H Akhmad menyampaikan, sebagaimana yang dikatakan saksi ahli, bahwa dalam kasus suap atau gratifikasi tidak ada pasal turut serta (pasal 55).
“Terdakwa H Akhmad yang merupakan pengurus pondok pesantren, tidak tahu menahu tentang uang yang dititipkan di pondok pesantren tempat ia beraktivitas,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Dr Zulhadi Safitri Noor SH MH, kuasa hukum terdakwa Agustya Febri, yang menyatakan kliennya tidak ada hubungan dengan dugaan suap atau gratifikasi.
“Klien kami Agustya Febri, hanya menerima titipan uang saja, dan tidak ada hubungannya dengan jabatan. Kalau dijerat pasal turut serta (pasal 55) itu tidak benar,” katanya.
Dengan alasan yang itulah, kedua terdakwa meminta agar majelis hakim yang menyidangkan perkaranya membebaskan mereka berdua.
Dua terdakwa lainnya, yang merupakan pejabat Dinas PUPR, Ahmad Solhan (Kadis) dan Yulianti Erlynah, meminta keringanan hukuman, karena mereka mengakui atas kekhilafan yang mereka lakukan.
Tangis pecah saat Yulianti Erlynah membacakan langsung pembelaan.
Dia mengaku menyesal atas perbuatannya dan memohon dihukum pidana denda dan uang pengganti seringan ringannya.
“Saya mengaku bersalah dan sangat menyesal atas kekhilafan dan keteledoran saya. Saya hanya menjalankan arahan dari atasan saya,” ujarnya.
Dia mengaku, selaku bawahan tak bisa menolak, karena penerimaan itu sudah menjadi kebiasaan lama.
Serta tak ada koreksi dari pemprov dan inspektorat yang mana uang itu untuk memenuhi kebutuhan.
“Tuntutan KPK sangat berat, penjara 4 tahun 6 bulan sungguh sangat panjang dan lama. Begitu juga denda sangat besar Kami tak akan mampu membayar dan mohon dipertimbangkan, saya tak menikmati, mohon dipertimbangkan yang mulia,” ucapnya memohon kepada majelis hakim.
Sementara itu, Muhammad Lutfi Hakim, Penasihat Hukum terdakwa Ahmad Solhan menyampaikan, intinya Solhan menyatakan mengakui bersalah dalam peristiwa ini. Kesalahan itu diakuinya dilakukan tanpa sengaja, artinya tidak ada niat jahat atau mensrea.
“Kami tim penasehat hukum atas nama Solhan juga tidak meminta bebas dalam pembelaan, kami hanya minta keringanan, kita meminta agar majelis hakim memutus dengan seadil-adilnya, yakni 4 tahun penjara, namun tidak ada hukuman denda Rp 1 miliar,” katanya.
Terkait uang pengganti sebesar Rp16 miliar subsider 4 tahun penjara, pihaknya meminta keringanan pengembalian sebesar Rp309 juta subsider 3 bulan kurungan penjara, kenapa jadi hanya Rp309 juta saja. Karena uang tersebut diserahkan kepada rekanan Solhan yang lain dan itu terungkap dipersidangan, termasuk kegiatan-kegiatan keagamaan dan lain-lain.
“Angka Rp16 miliar tuntutan jaksa tidak relevan, uang tersebut tidak ada digunakan pribadi oleh Solhan, dan tidak ada uang yang disita di rumah Solhan,” kata dia. (berbagai sumber/ewa)